Perubahan iklim telah muncul sebagai ancaman serius yang melanda dunia saat ini, dan dampaknya yang semakin terasa telah mengubah secara signifikan pola cuaca, meningkatkan suhu global, serta menimbulkan berbagai permasalahan ekstrem seperti kekeringan yang sangat mengkhawatirkan. Dwikorita Karnawati, yang menjabat sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyoroti pentingnya perubahan gaya hidup sebagai kunci untuk mengantisipasi dan mengatasi krisis air yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Dwikorita mengungkapkan, “Untuk menghadapi perubahan iklim, kunci utamanya adalah kita harus bersedia mengubah gaya hidup kita yang telah berlangsung selama ini.” Pernyataan ini mencerminkan bahwa perubahan gaya hidup individu dan kolektif sangat penting dalam menghadapi dampak serius perubahan iklim.
Dalam konteks ini, perubahan gaya hidup yang dimaksud mencakup pengurangan penggunaan energi fosil, dengan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, seperti listrik, tenaga surya, dan energi air. Kenaikan suhu global yang menjadi pemicu krisis air terkait dengan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2), yang berasal dari konsumsi energi fosil dalam sektor seperti transportasi dan industri.
Dwikorita menegaskan bahwa masyarakat perlu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan lebih memilih transportasi umum sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menjadi penyebab utama perubahan iklim. Tindakan seperti ini menjadi langkah konkret dalam mengendalikan dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan berlebihan energi fosil dan membantu menjaga keseimbangan ekosistem global.
Dalam konteks perubahan iklim, perubahan gaya hidup yang berfokus pada pengurangan emisi karbon dan penggunaan energi yang lebih berkelanjutan adalah suatu langkah yang harus diterapkan oleh masyarakat secara luas untuk menjaga keberlanjutan bumi kita. Dengan berani mengubah gaya hidup kita, kita dapat berkontribusi secara signifikan dalam menghadapi krisis perubahan iklim yang semakin mendesak.
Kekeringan Yang Panjang
Dwikorita menyoroti dampak serius kenaikan suhu global, yang diakui sebagai pemicu meningkatnya kekeringan yang panjang dan semakin parah. Bahkan pada tahun 2023, Indonesia telah merasakan efek dari perubahan iklim ini, dengan beberapa wilayah menghadapi tingkat kekeringan yang jauh lebih ekstrem dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Data global memperkirakan bahwa pada akhir abad ke-21, suhu global dapat meningkat hingga 3,5 derajat Celsius, yang merupakan proyeksi yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini berarti bahwa krisis kekeringan akan semakin memburuk, dan ini tidak membedakan negara maju atau berkembang; dampaknya akan melanda seluruh dunia.
Dwikorita memandang dengan serius urgensi perubahan ini dan mendorong masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Gaya hidup yang berfokus pada keberlanjutan, sering disebut sebagai Green Lifestyle, menjadi salah satu kunci dalam upaya mengatasi krisis perubahan iklim. Ini mencakup pengurangan penggunaan energi fosil, penerapan energi terbarukan, dan sikap peduli terhadap lingkungan sehari-hari.
Selain itu, Dwikorita menekankan betapa pentingnya kerjasama antara negara dan sektor masyarakat dalam menghadapi krisis air yang dipicu oleh perubahan iklim. World Water Forum ke-10, yang akan diselenggarakan di Bali pada tahun 2024, diharapkan akan menjadi platform yang kuat untuk memperkuat kerjasama ini. Acara tersebut diharapkan akan menjadi titik penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya perubahan gaya hidup untuk mengatasi krisis air yang semakin mendesak akibat perubahan iklim. Dengan kolaborasi yang kuat, masyarakat dan pemerintah dapat bersama-sama menghadapi tantangan global ini dan menciptakan solusi berkelanjutan.